Serangkaian tes dan
rontgennya pun akhirnya telah dilakukan. Hasilnya keluar sekitar jam 2 siang
itu. Mungkin perawat langsung mengabarkan dokter bedah tadi bahwa hasilnya
sudah keluar. Tidak berselang lama saya langsung dipersiapkan untuk operasi.
Saya diminta untuk berpuasa, dan dimasukan beberapa selang kedalam tubuh saya.
Satu selang dimasukan lewat hidung (dalem banget ini, sampai ke perut atau
paru, gatau deh nyambung kemana), selang lainnya dimasukan melalui (maaf)
kemaluan. Menjelang Maghrib saya dikabarkan bahwa akan menjalankan operasi sekitar
pukul 00.00 WIB. Tidak banyak yang dapat saya lakukan saat itu, hanya diam dan
pasrah. Gatau kenapa malam itu rasanya saya tenang sekali, senyum terus namun
hanya diam, padahal keluarga dan orang-orang terdekat yang malam itu hadir
sudah sangat khawatir. Tidak ada yang saya pikirkan saat itu, saya hanya
percaya bahwa dokter dan perawat disini profesional.
Sekitar jam 11 malam
saya mulai dipindahkan ke ruang operasi. Sampai disana, dokter bedah telah
menunggu dan segera melakukan pemeriksaan singkat. Sebelum memasuki kamar
operasi, dokter menjelaskan beberapa hal termasuk meminta persetujuan untuk
dilakukan operasi. Pada malam itu kondisinya dokter masih belum bisa menemukan
dimana letak permasalahan perut saya. Setidaknya ada 3 kemungkinan yang dijelaskan.
Entah di usus halusnya atau usus besarnya, dan yang paling ringan adalah usus
buntu. Membayangkan kalau yang kena adalah usus halus atau usus besarnya sangat
menakutkan, mesti dipotong dan disambung lah, dilubangi sementara di perut
samping untuk BAB lah. Tapi saya tetap tenang, walaupun orangtua saya terlihat
sangat sedih. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, orangtua saya membisikan
sesuatu, berusaha menguatkan saya untuk tetap sabar dan tenang. Akhirnya
didoronglah saya masuk ke kamar operasi.
Ini kali pertama saya
masuk ke kamar operasi, kesan pertamanya adalah “dingin banget”. Perawat
memindahkan saya dari ranjang ke meja operasi. Berbagai persiapan pun
dilakukan. Ada perawat yang sekedar menyapa dan mengajak mengobrol ringan,
sedangkan beberapa perawat lainnya berbincang hal lain. Tidak beberapa lama
cairan bius total pun dimasukan melalui selang infus saya. Itulah hal terakhir
yang saya ingat di tengah malam itu. Tiba-tiba saya tersadar sudah berada
diruang lain dengan kondisi sulit bergerak. “Ini ko kayak ada yang ganjel, perutnya
ada apaan ya ini, eh ko ini ada selang masuk lewat perut sih” Pikirku dalam
hati. Akhirnya saya benar-benar tersadar dari pengaruh obat bius. Berarti saat
itu ada 3 selang dimasukan kedalam tubuh, melalui hidung, (maaf) kemaluan, dan
perut yang dilubangi. Saya mengetahui kegunaan selang-selang tersebut beberapa
jam kemudian. Intinya semua untuk membuang kotoran. Oia ada juga selang oksigen
(saya ga betah pake ini). Selain itu juga tubuh saya “ditempelin” alat
yang mungkin pendeteksi detak jantung. Entahlah apa itu, saya ingat ada 3 buah,
dada kiri, kanan, dan dekat perut. Jempol saya pun dijepit suatu alat mirip
jepitan jemuran yang saya tidak tahu apa fungsinya (ternyata ini pulse
oximeter namanya). Pokoknya banyak hal pertama kali untuk saya pada saat
itu.
![]() |
Pasca Operasi |
Keluarga saya pun
menghampiri dan mengatakan operasinya berjalan lancar, ternyata usus buntu saya
yang kena, sudah pecah. Istilah awamnya akhirnya perut saya dicuci bersih
karena racun yang menyebar dari usus buntu sudah kemana-mana. Untungnya masih
bisa diselamatkan. Katanya sih jarang bisa “selamat” jika kondisinya
sudah demikian, hal ini saya ketahui beberapa hari setelahnya hasil baca
artikel dan cerita pengalaman orang lain. Tentu saya berpikir, “kenapa kalau
cuma usus buntu bisa ga ketauan dari awal”. Memang gejala usus buntu tidak
banyak ditemukan pada diri saya waktu itu. Sebagai contoh, biasanya orang yang
kena usus buntu itu ketika kaki dilekuk pasti sakit luar biasa, kemudian pasien
akan sulit berjalan. Nah saya tidak merasakan hal tersebut. Terus hasil dari
rontgen abdomen saya juga tidak ditemukan kalau masalahnya terdapat di usus
buntu, katanya sih letak usus buntu saya tidak wajar, jadi tidak terlihat.
Akhirnya dokter terpaksa melakukan bedah besar pada perut saya untuk melihat
secara keseluruhan. Total membentang 19
jahitan menjalar panjang dari bawah ulu hati kearah bawah. Bekasnya tidak
hilang sampai saat ini, dan menjadi motivasi tersendiri untuk saya setiap
melihat bekas luka tersebut.
Ada cerita lain yang
saya tidak ketahui selama operasi berlangsung. Ternyata saya sempat tersadar,
berteriak dan meronta kayak ngamuk saat operasi masih berlangsung (tapi udah
mau selesai sih). Lalu dokter memanggil beberapa orang dari keluarga saya untuk
membantu memegangi tubuh saya untuk diberikan bius tambahan. Saya ditanya,
apakah saat itu saya sadar atau tidak. Tapi saya sama sekali tidak mengetahui
hal tersebut, saya hanya ingat setelah diberikan bius kemudian bangun-bangun
udah diruangan lain. Kurang lebih selama 3 jam saya menjalankan operasi. Saya
ingatnya saat sadar itu sekitar subuh. Intinya alhamdulillah saya masih
diberikan kehidupan.
Belum ada tanggapan untuk "My First Experience with Surgery (Part 2)"
Posting Komentar