#top-social-profiles{height:42px;text-align:right}#top-social-profiles img{margin:0 6px 0 0px !important} #top-social-profiles img:hover{opacity:0.8} #top-social-profiles .widget-container{background:none;padding:0;border:0} .social-profiles-widget img{margin:0 6px 0 0} .social-profiles-widget img:hover{opacity:0.8}

My First Experience with Surgery (Part 3)


Selama 5 hari saya dirawat di ruang HCU (High Care Unit), tidak diperbolehkan makan dan minum selama 5 hari tersebut. Sampai bibir saya ini kering sekali seperti tanah tandus. Hanya mengandalkan cairan infus sehingga saya tidak merasa lapar. Untuk mandi, dilakukan di tempat tidur dengan dibantu suster. Ya hanya mandi ala kadarnya aja sih, lebih cuma di lap lap aja. Deg-degan tiap mau dimandiin suster, tapi saya yakin mereka hanya profesional menjalankan tugas. Membosankan sekali berada diruang HCU, tidak ada teman ngobrol karena tidak diizinkan untuk ditunggu (padahal gabisa banyak ngomong juga sih, kalau ketawa malah sakit perutnya). Untungnya diperbolehkan untuk memegang HP, jadi masih bisa ngobrol secara tekstual lah. Hanya bisa bertemu orang lain saat jam kunjungan aja, siang dan sore selama 1 jam. Orang-orang terdekat yang datang ya hanya bisa bantu doa dan support. Tapi saya senang dikunjungi, memberikan saya semangat lebih untuk sembuh. Akhirnya pada hari kelima saya berhasil buang angin, artinya perut saya kembali bekerja dan saya diperbolehkan makan dan minum tapi dengan jumlah yang terbatas (biar gak kaget kayaknya). Padahal tidak dibatasi pun juga makannya sedikit, mulut terasa tidak enak, lemas, pusing, tidak nafsu makan.
Setelah kondisinya stabil dan membaik, pada hari keenam saya dipindahkan kembali ke ruang perawatan biasa. Sebelum dipindahkan, peralatannya dilepasin semua. Nah pas mau cabut-cabutin selang itu sedikit takut juga, karena pas dipasang lumayan “berasa”. Tapi ternyata aman, malah rasanya geli-geli ngilu gitu hehe. Ternyata saya masih menempati lapak yang sama seperti sebelum operasi. Tapi penghuninya sudah berbeda, saya menjadi pasien paling lama disitu, tapi dikiranya saya pasien baru masuk. Alhamdulillah semakin hari kondisi saya semakin baik. Tapi saya tidak pernah beranjak dari tempat tidur. Pada hari-hari terakhir saya mendapatkan perawatan saya mencoba untuk duduk bersandar. Sulit sekali ternyata, tidak mampu bertahan lebih dari 1 menit, pusing sekali. Terhitung total sekitar 13 hari saya rawat inap di rumah sakit, dan akhirnya saya bisa pulang.
Kondisi yang belum pulih menyebabkan saya masih harus melanjutkan istirahat dirumah. Berat badan saya turun drastis, menjadi 45kg dengan tinggi sekitar 175cm. Kebayang ? Saya memang sebelumnya kurus, tapi tidak separah itu. Bahkan sampai saya akhirnya masuk sekolah pun semuanya longgar banget. Seperti mayat hidup berjalan. Waktu itu saya mengakhiri masa istirahat saya dirumah karena memasuki masa UTS. Dengan bantuan teman-teman saya bisa sedikit mengikuti kegiatan di sekolah. Untuk berjalan saya masih harus dibantu teman saya, untuk pulang pun harus diantar. Keluarga saya mempercayakan salah seorang sahabat saya untuk mengantar saya pulang, sudah dipesan kalau lewat poldur harus pelan-pelan banget. Bekas jahitan di perut saya ini masih sangat terasa mengganjal. Saya diberi toleransi untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga, namun saya tetap hadir di pinggir lapangan. Sedih sekali melihat teman-teman dapat dengan lincahnya berlarian berolahraga sedangkan saya untuk berjalan pun sulit. Waktu itu saya sedang gemar-gemarnya main badminton. Tapi dengan kejadian itu saya terpaksa berhenti untuk beraktivitas fisik yang berat selama kurang lebih 7 bulan.
Bolos 19 Hari Sekolah (Berarti Sebulan)
Pengalaman ini sangat berharga buat saya. Dari kejadian ini saya merasa sangat bersykur masih diberikan nikmat sehat tanpa kurang sesuatu apapun hingga saat ini. Saya banyak belajar dari kejadian ini. Ternyata sehat itu memang rezeki yang luar biasa. Alhamdulillah sejak saat itu maag saya sudah jarang sekali kambuh, bahkan hampir tidak pernah. Kalaupun kambuh dapat diatasi dengan mudah, tidak seperti dahulu. Satu lagi pelajaran yang dapat saya ambil. Jangan anggap remeh rasa sakit. Betul bahwa sakit itu harus dilawan, tapi bukan dengan memaksakan juga. Berobat ke dokter menjadi salah satu pilihan yang sangat baik.


Bogor, 30 Juli 2018 

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "My First Experience with Surgery (Part 3)"

Posting Komentar