Sebelumnya saya mau mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 H, Taqobbalallahu Minna wa Minkum, mohon maaf
lahir dan batin. Hari ini merupakan H+3 Lebaran, semakin mendekati penghujung
rangkaian cuti bersama yang ditetapkan bagi pegawai pemerintahan seperti saya.
Seperti biasa, di musim lebaran seperti ini, mudik menjadi salah satu ritual
bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia khususnya yang tinggal di kota-kota
besar. Nah tapi, dari sekian banyak masyarakat yang mudik, banyak juga yang
tidak bisa merasakan mudik, entah karena pekerjaan maupun hal lainnya. Saya
sangat mengapresiasi pada mereka yang rela tidak mudik untuk bertugas
mengamankan, membantu kelancaran, dan mengantar para pemudik selamat sampai
tempat tujuannya. Saya termasuk orang yang tidak bisa merasakan mudik lebaran,
bukan karena pekerjaan, tapi karena memang tidak punya kampung halaman.
Sebenarnya saya masih bingung
jika ditanya soal kampung halaman, ini merujuk ke tempat lahirnya siapa ? saya
sendiri ? orang tua ? kakek nenek ? atau siapa ? Kalau dari kamus yang saya
baca sih kampung halaman merujuk pada daerah tempat kelahiran kita. Kalau
memang begitu berarti saya ini memang tidak punya kampung halaman. Kedua orang
tua saya lahir dan besar di Jakarta. Nah kalau kakek nenek asli Jawa Tengah,
baik yang dari Bapak maupun Ibu. Sayangnya mereka semua sudah meninggal,
sebelum meninggal pun juga sudah lama berpindah ke Jakarta. Jadi disaat
orang-orang pulang kampung, saya malah pulang kota. Sanak saudara tidak ada
yang tinggal jauh dari ibukota, kecuali ada om saya yang kemarin datang dari
Bali (inipun kebetulan urusan pekerjaan). Setiap tahun ya gini-gini aja
lebarannya, hanya berkeliling sekitaran Jabodetabek. Tapi biasanya keluarga
saya ke Cianjur untuk mengunjungi guru ngaji kami. Lumayan lah mirip-mirip
mudik, perjalanan sekitar 6 jam. Tahun ini kami tidak kesana karena kondisi Ibu
saya yang tidak memungkinkan, guru ngajinya juga tidak mudik sih.
“Kapan lagi nikmatin jalanan
Jakarta yang gak macet ?” “Enak dong gak perlu capek-capek begadang rebutan
tiket mudik” “Enak dong gak perlu capek bermacet-macetan ria dijalan karena ga
mudik”. Ini beberapa anggapan yang paling banyak muncul bagi warga ibukota
dan sekitarnya yang tidak mudik. Sesekali saya pun sebenarnya pengen ngerasain
mudik, ikut-ikutan perang rebutan tiket kereta, berburu tiket-tiket murah dari
jauh-jauh hari, ikut meramaikan kemacetan arus mudik dan balik, ikut ribet
packing buat mudik hahaha. Saya sebenarnya pernah ke kampung halaman kakek
nenek di Jawa Tengah, dulu, saat masih kecil, itupun karena mendapat kabar duka.
Bahkan saya tidak dapat mengingat dimana tepatnya kampung halaman mereka. Hanya
tau nama daerah besarnya saja.
Kalau saya punya kesempatan mudik
ke kampung halaman kakek nenek di Jawa Tengah, sebagai seorang railfans
karbitan saya akan memilih naik kereta api. Sepertinya akan lebih enak
dibanding membawa kendaraan pribadi karena tidak perlu capek nyetir, keluar
biaya bensin, biaya tol, menghadapi kemungkinan macet dan sebagainya lah, itu
menurut saya. Tapi sayangnya, orang tua saya pasti ga nurut (yayalah masa orang
tua yang nurut ke anak). Memang dasarnya senang naik kereta kemana-mana jadi
kalau pergi ke suatu tempat yang masih bisa dijangkau kereta ya mending naik
kereta, perjalanan di siang hari menjadi nilai tambah tersendiri. Urusan
kendaraan di daerah tujuan ya urusan nanti hehe. Tapi mudik lewat aspal juga
sekarang kayaknya enak, pemerintah terlihat cukup serius membenahi
infrastruktur jalan untuk memperlancar arus barang maupun orang. Ya terlepas
dari cerita dibalik bagaimana jalan itu semua bisa dibangun.
Sepertinya enak mudik ke kampung
halaman lebaran gini, kumpul sama keluarga besar dan teman masa kecil yang
entah sudah berapa lama tidak bertemu. Menikmati suasana yang berbeda dari
kehidupan perkotaan yang “alhamdulillah,luar biasa”. Terlepas
dari bagaimana perjuangan para pemudik untuk dapat sampai ke kampung halamannya,
pastinya ada kepuasan dan kebahagiaan yang belum bisa dirasakan orang-orang
yang tidak mudik. Sekarang sih saya juga bisa menikmati suasana kampung
halaman, iya kampung halaman orang, dari updatean medsos. Saya
mengidamkan kampung halaman yang masih adem, jauh dari kebisingan, asri, hijau
dimana-mana (bukan merujuk partai) dan sapaan hangat penduduk disana. Bahagia banget
deh ya pasti, sejenak melepas kepenatan dari ibukota dengan bermalam di kampung
halaman, berburu makanan khas daerah, dan berpetualang ke tempat wisata keren. Tapi bukan berarti orang yang gak mudik gak bahagia juga loh, ya
mereka termasuk saya juga tetep kumpul sama keluarga besar, ketemu teman lama
dan semacamnya, tapi tetep beda. Mungkin karena suasananya sama aja dan
kegiatan itu bisa kapan aja dilakuin, kan deket, masih disitu-situ juga
rumahnya. Tetap bersyukur aja deh bagaimanapun kondisinya. Mungkin lebaran
tahun-tahun berikutnya saya bisa mudik, ya mudik ke kampung orang.
Bekasi, 18 Juni 2018
Belum ada tanggapan untuk "Pengen Mudik"
Posting Komentar