#top-social-profiles{height:42px;text-align:right}#top-social-profiles img{margin:0 6px 0 0px !important} #top-social-profiles img:hover{opacity:0.8} #top-social-profiles .widget-container{background:none;padding:0;border:0} .social-profiles-widget img{margin:0 6px 0 0} .social-profiles-widget img:hover{opacity:0.8}

Rider Cilik



Sudah setengah 5 lewat ternyata, wah ini sih udah susah lewat” demikian isi pikiran saya ketika perjalanan pulang kantor kemarin sore mendekati jalan masuk menuju rumah. Mungkin bagi sebagian warga Depok, Jalan Nangka (Pabrik Toa) sudah cukup terkenal, namun biasanya disebut sebagai Gang Nangka. Entah kenapa gang, padahal row jalannya standar, 5 meteran lah. Katanya sih dulu emang jalannya sempit makanya namanya gang, tapi gatau juga sih karena saya memang bukan asli orang sini.
Jam-jam seperti ini pada bulan Ramadhan memang bagi kebanyakan orang adalah waktu yang tepat untuk keluar mencari takjil. Sepanjang jalan nangka sampai ke rumah saya memang banyak pedagang takjil musiman, dan selalu ramai didatangi. Tidak jarang kendaraan yang parkir di pinggir jalan membuat lalu lintas tersendat. Orang pulang kantor, bubaran karyawan pabrik yang ada disekitar sini, dan para pemburu takjil campur menjadi satu. Perlahan tapi pasti kendaraan yang saya bawa melaju, terhenti, melaju, dan terhenti kembali, begitu seterusnya. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian oknum pengendara (kebanyakan roda dua) yang “nyolong” jalan. Sehingga arus lalu lintas arah sebaliknya tidak bisa lewat dan terkunci begitu saja. Kalau saja tidak ada sukarelawan yang mau mengatur lalu lintas, mungkin untuk menempuh jarak 1,5km dari jalan raya ke rumah saya bisa lebih dari 30 menit (ini pernah kejadian).
Semakin mendekati rumah, tiba-tiba saya dikejutkan dengan pengendara sepeda motor yang terlihat masih sangat jauh dibawah umur (mungkin SD) melakukan gerakan berkendara yang jauh dari kata aman. Seketika saya tersadar ternyata banyak sekali anak dibawah umur yang mengunakan sepeda motor ini, entah apa keperluannya. Kemudian, layak kah mereka berkendara ?
Urusan bisa atau tidak berkendara sepeda motor tidak berhenti pada kemampuan teknisnya saja, namun juga apakah mental si pengendara ini siap. Mungkin sekarang pengendara sepeda motor dibawah umur sudah banyak berkeliaran. Para orang tua pun mungkin bangga dengan anaknya yang masih kecil itu sudah bisa mengendarai motor. Berbeda dengan zaman dahulu dimana hanya orang-orang tertentu saja yang bisa punya motor, saat ini sepeda motor telah menjadi kendaraan andalan bagi masyarakat.
Kembali ke pengendara dibawah umur, tidak ada yang menyalahkan jika anak kecil sudah bisa mengendarai sepeda motor. Silahkan saja jika hanya sekadar sudah bisa. Tapi bukan berarti boleh bawa kendaraan seenaknya dong karena “sudah bisa”. Aturannya kan jelas, pengendara harus memiliki surat izin mengemudi sesuai dengan kendaraannya, dan kalau ada orang yang mengendarai kendaraan bermotor tanpa surat izin yang sah berarti telah melanggar hukum (cek UU.22/2009 tentang LLAJ Ps. 77, 81, dan 281). “ah banyak juga orang dewasa yang gak punya SIM ko tapi bebas bawa kendaraan” Loh, saya gak bilang mereka benar, cuma kebetulan yang saya lagi bahas disini emang pengendara dibawah umur aja. Diatas tadi sudah saya singgung masalah mental, kenapa demikian ? karena mayoritas dari mereka cenderung belum mampu berpikir panjang, masih mengedepankan emosi dan sumbu pendek. Belum lagi kalau dilihat dari segi tanggung jawabnya. Jalan ngebut ga karuan, main gas rem seenaknya, gak pake helm, boncengan rame-rame. Coba kalau udah kena tilang, atau terjadi laka dengan pengendara lain, palingan nangis aja meraung-raung. Jadi orang tua harusnya bukan bangga membiarkan anaknya yang dibawah umur itu berkendara, secara sadar atau tidak mereka telah lalai.
Kemudian muncul lah pembenaran-pembenaran atas kelakuan mereka. “ah anak saya mah gak ke jalan raya, cuma ke warung doang”, “anak saya kan bawa motor bantu orang tuanya biar gampang disuruh-suruh”, “jaraknya kan lumayan jauh, masa dia disuruh jalan kaki ? kalo malem gimana ?”, “benerin dulu transportasi umumnya, baru anak saya ga bawa motor sendiri” Khas banget sih ini, klasik lah alesannya. Tapi buat saya sih tetap, dengan alasan apapun saya tidak merekomendasikan anak dibawah umur untuk berkendara. Nyawa loh taruhannya, bukan nyawa dia doang, orang lain juga. Jadi buat para orang tua mungkin bisa lebih bijak lagi dalam memberikan pemahaman berkendara ke anak-anaknya.
Lagi-lagi ini bukan bermaksud menggurui, cuma pengen share pemikiran saya aja. Setiap argumen pasti pro-kontra kan ?

*P.S. Gak pake foto-foto situasi jalan, fokus nyetir aja.

Depok, 5 Juni 2018

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Rider Cilik"

Posting Komentar