“Sudah setengah 5 lewat
ternyata, wah ini sih udah susah lewat” demikian isi pikiran saya ketika
perjalanan pulang kantor kemarin sore mendekati jalan masuk menuju rumah.
Mungkin bagi sebagian warga Depok, Jalan Nangka (Pabrik Toa) sudah cukup
terkenal, namun biasanya disebut sebagai Gang Nangka. Entah kenapa gang, padahal
row jalannya standar, 5 meteran lah. Katanya sih dulu emang jalannya sempit
makanya namanya gang, tapi gatau juga sih karena saya memang bukan asli orang
sini.
Jam-jam seperti ini pada bulan
Ramadhan memang bagi kebanyakan orang adalah waktu yang tepat untuk keluar
mencari takjil. Sepanjang jalan nangka sampai ke rumah saya memang banyak
pedagang takjil musiman, dan selalu ramai didatangi. Tidak jarang kendaraan
yang parkir di pinggir jalan membuat lalu lintas tersendat. Orang pulang
kantor, bubaran karyawan pabrik yang ada disekitar sini, dan para pemburu
takjil campur menjadi satu. Perlahan tapi pasti kendaraan yang saya bawa
melaju, terhenti, melaju, dan terhenti kembali, begitu seterusnya. Hal tersebut
dikarenakan ada sebagian oknum pengendara (kebanyakan roda dua) yang “nyolong”
jalan. Sehingga arus lalu lintas arah sebaliknya tidak bisa lewat dan terkunci
begitu saja. Kalau saja tidak ada sukarelawan yang mau mengatur lalu lintas,
mungkin untuk menempuh jarak 1,5km dari jalan raya ke rumah saya bisa lebih
dari 30 menit (ini pernah kejadian).
Semakin mendekati rumah,
tiba-tiba saya dikejutkan dengan pengendara sepeda motor yang terlihat masih
sangat jauh dibawah umur (mungkin SD) melakukan gerakan berkendara yang jauh
dari kata aman. Seketika saya tersadar ternyata banyak sekali anak dibawah umur
yang mengunakan sepeda motor ini, entah apa keperluannya. Kemudian, layak kah
mereka berkendara ?
Urusan bisa atau tidak berkendara
sepeda motor tidak berhenti pada kemampuan teknisnya saja, namun juga apakah
mental si pengendara ini siap. Mungkin sekarang pengendara sepeda motor dibawah
umur sudah banyak berkeliaran. Para orang tua pun mungkin bangga dengan anaknya
yang masih kecil itu sudah bisa mengendarai motor. Berbeda dengan zaman dahulu
dimana hanya orang-orang tertentu saja yang bisa punya motor, saat ini sepeda
motor telah menjadi kendaraan andalan bagi masyarakat.
Kembali ke pengendara dibawah
umur, tidak ada yang menyalahkan jika anak kecil sudah bisa mengendarai sepeda
motor. Silahkan saja jika hanya sekadar sudah bisa. Tapi bukan berarti boleh
bawa kendaraan seenaknya dong karena “sudah bisa”. Aturannya kan jelas,
pengendara harus memiliki surat izin mengemudi sesuai dengan kendaraannya, dan
kalau ada orang yang mengendarai kendaraan bermotor tanpa surat izin yang sah
berarti telah melanggar hukum (cek UU.22/2009 tentang LLAJ Ps. 77, 81, dan 281).
“ah banyak juga orang dewasa yang gak punya SIM ko tapi bebas bawa
kendaraan” Loh, saya gak bilang mereka benar, cuma kebetulan yang saya lagi
bahas disini emang pengendara dibawah umur aja. Diatas tadi sudah saya singgung
masalah mental, kenapa demikian ? karena mayoritas dari mereka cenderung belum
mampu berpikir panjang, masih mengedepankan emosi dan sumbu pendek. Belum lagi
kalau dilihat dari segi tanggung jawabnya. Jalan ngebut ga karuan, main gas rem
seenaknya, gak pake helm, boncengan rame-rame. Coba kalau udah kena tilang,
atau terjadi laka dengan pengendara lain, palingan nangis aja meraung-raung.
Jadi orang tua harusnya bukan bangga membiarkan anaknya yang dibawah umur itu
berkendara, secara sadar atau tidak mereka telah lalai.
Kemudian muncul lah
pembenaran-pembenaran atas kelakuan mereka. “ah anak saya mah gak ke jalan
raya, cuma ke warung doang”, “anak saya kan bawa motor bantu orang tuanya biar
gampang disuruh-suruh”, “jaraknya kan lumayan jauh, masa dia disuruh jalan kaki
? kalo malem gimana ?”, “benerin dulu transportasi umumnya, baru anak saya ga
bawa motor sendiri” Khas banget sih ini, klasik lah alesannya. Tapi buat saya
sih tetap, dengan alasan apapun saya tidak merekomendasikan anak dibawah umur
untuk berkendara. Nyawa loh taruhannya, bukan nyawa dia doang, orang lain juga.
Jadi buat para orang tua mungkin bisa lebih bijak lagi dalam memberikan
pemahaman berkendara ke anak-anaknya.
Lagi-lagi ini bukan bermaksud
menggurui, cuma pengen share pemikiran saya aja. Setiap argumen pasti
pro-kontra kan ?
Depok, 5 Juni 2018
Belum ada tanggapan untuk "Rider Cilik"
Posting Komentar